Mengapa Desa Sahabat Kusta? Berarti pernah tidak bersahabat? Memang demikian. Sebelum tahun 2012, di Desa Rap Rap, Kabupaten Minahasa Utara, mereka yang terkena kusta mengalami stigma dan penyingkiran. Jika tertular kusta di usia sekolah, maka anak tidak bisa bersekolah. Jika tertular kusta dan punya usaha dagang, banyak orang menghindar. Bahkan jika berobat ke puskesmas, mereka sering alami perlakuan “khusus”.

Sejak NLR Indonesia bersama Dinas Kesehatan setempat dan puskesmas setempat melaksanakan kegiatan Desa Sahabat Kusta, keadaan semakin membaik. Kegiatan ini melibatkan tokoh berpengaruh di desa seperti kepala desa, guru, tokoh agama, dan kepala puskesmas untuk terlibat mengedukasi warga tentang kusta. Pesan yang disebarkan antara lain: kusta dapat dicegah dan diobati hingga sembuh, kusta penyakit menular dan bukan kutukan atau dosa, kusta dapat dikenali gejalanya, ajak keluarga/tetangga yang memiliki tanda mencurigakan pada kulit ke puskesmas, kusta tidak menular jika pasien kusta sudah minum obat, dan lainnya.

Setelah hampir 10 tahun berjalan, Desa Rap Rap menjadi makin menerima mereka yang pernah mengalami kusta. Di puskesmas, petugas promosi kesehatan secara berkala mengajarkan pasien yang datang tentang kusta. Layanan pasien kustapun dilayani seperti pasien biasa lainnya seperti pendaftaran, cek tensi darah, hingga pemeriksaan oleh petugas kusta. Pemuka agama menyisipkan isu kusta pada kotbah sholat Jumat, atau misa/kebaktian hari mingu. Pasien kusta tidak merasa canggung dan bingung di keramaian karena tahu setelah mereka minum obat kusta.
Salah satu gadis muda bernama Nia pernah mengalami kusta. Sekitar 7 tahun lalu, bercak merah muncul di kening kanannya dan bagian belakang lengannya. Awalnya ia tak tahu bercak apa. Tapi kemudian tetangga dan kader puskesmas mendorongnya untuk ke puskesmas. Disana, ia didiagnosa kusta.
“Saya sangat sedih. Tak berani bilang orang tua. Saya mengurung diri selama beberapa lama,” ujar Nia.
Tetapi beberapa waktu kemudian, ia memberanikan diri ke puskesmas untuk berobat. Ia merasa ringan lega karena petugas puskesmas menerimanya dengan baik. Ia tidak merasa diasingkankan sebagai penderita kusta. Butuh waktu sekitar 6 bulan untuk penyembuhannya. Kini ia tetap pergi ke puskesmas untuk mengontrol kesehatannya. Ia dibantu petugas kusta Ibu Selvi yang selama bertahun-tahun menguatkan hatinya.
Desa Rap Rap sudah beberapa kali menerima kunjungan dinas-dinas kesehatan di luar kabupaten Minahasa Utara. Mereka sudah mulai menjalankan apa yang berhasil di Desa Rap Rap.
