Komitmen Dokter Sioly

Dr Sioly Soempiet (48) telah bekerja sebagai kepala pelayanan dan sumber daya kesehatan di Dinas Kesehatan Kota Ambon selama 3 tahun. Selain praktik sebagai dokter umum, ia menjadi dokter kusta untuk Provinsi Maluku. Ibu Sioly terlibat dala kegiatan pengendalian kusta di wilayah perkotaan dengan melatih para petugas kusta dan dokter umum tentang kusta.

“Semua dokter swasta dan ahli dermatologi mulai merujuk suspek kusta ke Puskesmas. Bahkan petugas Puskesmas mulai mengumpulkan laporan-laporan tentang kasus kusta dari para dokter yang praktik di klinik dan rumah sakit,” ujar Sioly.

Sejak awal kegiatan pengendalian kusta di wilayah perkotaan, sudah terlihat peningkatan angka rujukan suspek kusta di Puskesmas, mulai dari nol ke angka 28, dan berkontribusi pada penemuan 24 kasus baru kusta di daerah perkotaan selama 3 tahun (2019-2021). Peningkatan jumlah ini terjadi karena komitmen para dokter praktik yang terlibat dalam kegiatan workshop Pengendalian Kusta Perkotaan 2019.

“Sebelum workshop itu, hanya beberapa dokter praktik yang berkomunikasi dan berkonsultasi dengan saya tentang suspek kusta. Tapi setelah workshop itu, semakin banyak dokter merujuk suspek kusta ke Puskesmas. Saya juga mendorong kolega dokter di Kota ambon untuk merujuk penanganan kusta ke Puskesmas,” tambahnya.

Setelah mengikuti Training of Trainers mengenai penanganan kusta, dokter Sioly semakin giat meningkatkan kapasitas dan kompetensi para petugas kesehatan terutama petugas kusta dalam penemuan kasus dan penelusuran kontak.

Ia juga melakukan advokasi untuk penganggaran kusta ke pemangku kepentingan terkait termasuk kerjasama dengan BPJS untuk penanganan kusta.

Sebagai dokter swasta, Sioly merawat pasien kusta dan membantu mereka kembali percaya diri dan bersemangat tanpa stigma dan diskriminasi.   

“Yang penting bagi saya adalah ketika saya melihat mereka pulih dan dapat hidup normal kembali tanpa stigma dan diskriminasi.”

Ia ingat punya pasien kusta bernama Hendrik. Pasien ini sudah berusia dan menjadi petugas kebersihan di kantor desa.

“Ia mengalami disabilitas kusta tingkat dua  dan merasa lebih nyaman menemui saya meskipun ia tinggal dekat dengan Puskesmas. Saya mengajarinya bagaimana merawat diri terutama di bagian-bagian tubuh yang mengalami deformitas. Saya juga berbicara dengan keluarganya dan mendorong mereka untuk menyingkirkan sikap-sikap yang diskriminatif dan penuh stigma. Pernah juga saya minta Hendrik untuk memberi testimony di satu acara kusta, tapi ia tidak bisa melakukannya karena ia tidak percaya diri dan masih malu-malu,” jelasnya.

Sioly berharap semua orang yang pernah mengalami kusta dapat hidup tanpa stigma dan diskriminasi. Mereka perlu kesempatan untuk mengembangkan diri.

(Catatan: Dr Sioly sudah pindah tugas dari program pengendalian penyakit ke layanan kesehatan dan program sumber daya tiga tahun lalu, tapi ia masih rajin membantu dokter kusta di Provinsi Maluku. Di posisi yang baru, bu Sioly berkesempatan membina kerjasama dengan dokter-dokter praktik di Kota Ambon untuk ikut dalam pengendalian kusta)

Chat Kami
Send via WhatsApp
Scroll to Top