Hansen Disease (HD), Stigma Penderita – Nestapa Penemunya
Ribuan tahun mengada, penyakit Hansen Disease (kusta) menjalar dari Afrika ke Eropa numpang tentara dalam expansi kekalifahan berlanjut dengan Perang Salib, menyebar ke benua lain oleh ekspansi kolonialisme negara-negara Eropah. Seperti tertulis di Kitab Suci Perjanjian Lama pemeluk Kristen/Yahudi, penderita kusta adalah mereka yang berdosa, perlu disingkirkan. Untuk mentahirkannya (membersihkan) mereka perlu pengampunan dosa. Dan dalam kisah Kitab Suci Perjanjian Baru Nabi Isa AS (Jesus) menjadi terkucilkan dari masyarakat Yahudi karena menyembuhkan pasien kusta, dan itu adalah pelanggaran tradisi Yahudi. Akibat penyakit yang merusak wajah, kulit, anggota gerak dan belum terobati , orang dengan kusta terus terstigma. Sejarah gereja mengatur: penderita harus berkata “saya kotor – saya kotor” sambil membunyikan bel kliningan , mlipir menjauhkan diri jika berpapasan dengan orang normal lainnya.
Tak pelak , prevalensi kusta menjalar ke Eropa Utara. Norwegia salah satunya, dan seorang dokter muda energik , Gerhard Hendrik Armauer Hansen (1841-1912), menemukan bakteri berbentuk batang (basilus) 150 tahun lalu. Dan tanggal 28 Februari disepakati sebagai peringatan penemuan kuman Mycobacterium leprae.
Lulus dokter dia bekerja di kepulauan Lofoten, barat daya Norwegia. Pekerjaan yang menyejahterakannya itu ditinggalkannya setelah 2 tahun bekerja, Hansen kembali ke kota asal dan bekerja untuk Rumah Sakit St Jorgen (1868), mengobati para penderita HD. RS St. Jorgen ini sdh berdiri sejak abad 14 , dan terkenal karena penelitiannya pada penyakit kusta. Direktur rumah sakit tersebut adalah dr. Daniel Cornelis Danielssen , Dermatologist dan Leprologist. Ia memeriksa histopatologi pada mayat penderita kusta. Krn jasanya dalam penelitian ini dr. Danielssen mendapatkan hadiah Monthyon Prize dari pemerintah Perancis.
Belajar histophatologi dari pak Direktur, Hansen muda terinspirasi pemikiran bahwa kusta atau Hansen’s Disease (HD) disebabkan oleh sesuatu faktor luar yang belum dapat diidentifikasi. Pada 1870 dengan beasiswa dari dr. Danielssen, Hansen pergi ke Bonn dan kemudian ke Vienna mendalami histopathologi. Hansen melanjutkan penelitiannya untuk membuktikan hipotesanya. Dia mengamati ada benda kecil bentuk batang yang tahan terhadap asam alkohol (1871), sebuah kerja mikroskopik yang kemudian menjadi historik . Hansen baru berani mempublikasikan pathogen yang diamatinya dan mempostulasikan hubungan kausalitas antara histopatologi dan tanda leprosy tahun 1874, (meski tahun 1873 diterima luas sbg tahun penemuan) . Hansen ragu untuk mempublikasikan segera karena dia tidak berhasil menginokulasikan patogen ini ke hewan coba. Dan masyarakat kedokteran saat itu menolak hipotesa Hansen. Penolakan ini semakin menggila krn Hansen meng innokulasikan patogen (1879) yang diambil dari lesi nodul HD, ke mata seorang perempuan yang menderita maculoanesthetic tanpa seijin pasiennya. Mei 1880 dalam sebuah dengar pendapat, sebelum pelaksanaan peradilan kota Bergen , Hansen di pecat sbg dokter resident di Bergen Leprosy Hospital , dan menyisakan posisi sbg leprosy medical officer untuk negara Norwegia.
Hipotesa Hansen baru di terima pada tahun 1897 dlm sebuah kongres Leprology International pertama di Berlin. Kemudian The Second International Congress of Leprology, di Bergen thn 1909, mengukuhkan capaian Hansen ini. Kegundahan Hansen perihal Innokulasi pathogen ke binatang baru terjawab dalam laporan Charles C Shepard (1914 – 1985) dalam paper the American Journal of Hygiene tahun 1960, pada telapak kaki mencit, Tapi capaian-capaian Hansen tetap terabaikan sebagaimana tercantum didalam tulisan- tulisan jurnal tahun 1930 an . Hansen dinobatkan jadi founding father dari University of Bergen, sejarah tempat kerja Hansen dengan perangkat kerja dan semua arsip2 nya masih dipelihara sebagai pengingat yang mentautkan masa lalu – sekarang dan masa depan guna menatap dan merealisasikan zero leprosy 2030.
Oleh: PEP++ Project Coordinator NLR Indonesia, Johny Sulistio di Langensari 25 Mar 2023