Oleh Paulan Aji

 

Menurut Permendesa No.6 Tahun 2020, Desa Inklusi merupakan sebuah pendekatan pembangunan yang menjadikan pembangunan desa bersifat terbuka, aman, nyaman, dan mengikutsertakan semua orang dengan berbagai perbedaan latar belakang, karakteristik, kemampuan, status, kondisi, etnik, budaya dan lainnya termasuk warga Desa penyandang disabilitas.

Hal ini masih diperjuangkan oleh Desa Lapeom sejak diakui sebagai desa inklusi oleh Kementerian Desa RI pada 2020. Kepala Desa Lapeom, Daminaus Sengkoen (27) menyampaikan berbagai kegiatan pengambilan keputusan mengikutsertakan pengurus lingkungan (RT/RW), tokoh adat, kelompok disabilitas, rentan dan marginal.

 “Ada sejumlah 60 warga dengan disabilitas dan dua orang yang pernah mengalami kusta. Mereka juga warga Desa Lapeom dan perlu dibantu agar dapat hidup dengan sejahtera,” ungkap kepala desa termuda di Kabupaten Timor Tengah Utara, NTT.

Damianus menambahkan ada rencana di tahun 2025 bagi keluarga yang memiliki anggota keluarga penyandang disabilitas. Rumah mereka akan difasilitasi bidang miring dan akses yang keluar-masuk rumah yang layak. Selain itu, akan dibangun sebuah gedung khusus untuk mengakomodasi berbagai kegiatan dari kelompok disabilitas di Desa Lapeom.

“Aksesibilitas menjadi vital bagi warga desa dengan disabilitas. Mereka bisa bergerak keluar rumah untuk melakukan berbagai aktivitas. Kita perlu memastikan hal ini,” kata Damianus.

Di samping sarana fisik yang didanai dana desa, pemerintah desa akan meningkatkan bantuan modal usaha bagi kelompok disabilias dan rentan untuk pengembangan usaha mereka. 15 kelompok usaha ini telah menghasilkan kerajinan berupa kain tenun dan aksesoris. Pemdes juga memberi bantuan berupa benang dan mesin jahit.

Desa Lapeom memiliki kader inklusi yang terdiri dari 5 perempuan. Mereka dipilih berdasarkan komitmen dan keaktifan di desa. Dalam kesehariannya, lima kader inklusi ini mendampingi sejumlah kelompok seperti kelompok usaha tenun, kelompok disabilitas, kelompok bermain anak, kelompok lansia dan posyandu remaja.

Sebagai kepala desa yang baru sekitar satu tahun dilantik, Damianusi berkomitmen untukmemberi ruang seluasnya bagi warga desanya dengan berbagai ciri dan kekhususan untuk berpartisipasi secara penuh. Keberadaan semua warga dengan kekhususannya diakui dan dihargai serta difasilitasi agar semua warga memiliki kesempatan yang setara.

Satu kebijakan yang diambil Kepala Desa Damianus di awal tahun 2024 adalah mempekerjakan seorang ibu muda yang menjadi orang tua tunggal yaitu Selfi.

Di usia ke 21 ini, Selfi harus berjuang membesarkan putranya, Rian (4) yang sudah belajar di PAUD. Selfi termasuk kelompok penyandang disabilitas yang juga mendapatkan bantuan usaha kecil dari Kementerian Sosial RI. Ia membuat kudapan seperti pisang dan roti goreng, yang dijajakan di sekolah dasar dekat rumahnya.

“Saya masuk kerja di Kantor Desa Lapeom pada jam 6 pagi. Saya menyapu dan mengepel lantai. Saya juga menyiram bunga di sekitar kantor. Setelah itu saya diijinkan menjual kue di sekolah sebentar saja,” ungkap Selfi yang membawa sekitar 50 potong kudapan setiap harinya ke sekolah.

Damianus mau menunjukkan konsistensinya dalam mengembangkan sikap inklusivitas pada dirinya dan jajarannya.  Selfi dapat menjadi contoh praktik baik untuk Desa Lapeom.

(Ditulis oleh Paulan Aji)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Open chat
Halo Kak, bila ingin berkomunikasih dengan NLR Indonesia, silahkan klik disini ya kak